By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Juang Sumatera Juang Sumatera Juang Sumatera
Notification Show More
Font ResizerAa
  • Home
  • Bisnis
  • Budaya
  • Olahraga
  • Riau
    • Bengkalis
    • Dumai
    • Inhil
    • Inhu
    • Kampar
    • Kuansing
    • Meranti
    • Pekanbaru
    • Pelalawan
    • Rohil
    • Rohul
  • Peristiwa
  • Politik
  • Lainnya
    • Opini
    • Wisata
Reading: Polemik Royalti Musik di Kafe, Wamenko Usul Segera Revisi UU Hak Cipta
Share
Font ResizerAa
Juang Sumatera Juang Sumatera
  • Advetorial
  • Bisnis
  • Budaya
  • Digital
  • Industri
  • Infrastruktur
  • Keuangan
  • Listrik
Search
  • Home
  • Bisnis
  • Budaya
  • Olahraga
  • Riau
    • Bengkalis
    • Dumai
    • Inhil
    • Inhu
    • Kampar
    • Kuansing
    • Meranti
    • Pekanbaru
    • Pelalawan
    • Rohil
    • Rohul
  • Peristiwa
  • Politik
  • Lainnya
    • Opini
    • Wisata
Have an existing account? Sign In
Follow US
Nasional

Polemik Royalti Musik di Kafe, Wamenko Usul Segera Revisi UU Hak Cipta

By Redaksi Published 11 Agustus 2025
Share
4 Min Read
Otto Hasibuan
SHARE

JAKARTA, Juangsumatera.com – Belakangan heboh sejumlah kafe hingga restoran takut memutar lagu di tempatnya demi menghindari pelanggaran hak cipta.

Wakil Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Otto Hasibuan mendorong agar Undang-Undang Hak Cipta segera direvisi.

Menurut Otto, peraturan royalti musik memang memiliki masalah. Awalnya, Otto bercerita bahwa disertasi miliknya mengambil penelitian tentang royalti musik, dan berujung pada pengusulan lembaga kolektif di Indonesia.

“Memang gini ya, royalti musik ini memang sedikit ada problem. Dulu, kebetulan saya mengambil disertasi mengenai ini, royalti mengenai ini. Jadi, waktu itu belum ada LMK-nya, lembaga manajemen kolektif nggak ada. Nah, setelah itu saya melakukan research di Jepang,” kata Otto di Jakarta Pusat, Senin (11/8/2025) dikutip dari detiknews.

Jadi, saya usulkan agar dibuat lembaga manajemen kolektif. Saya sebut dulu itu namanya collecting society, ya. Kenapa? Karena di Indonesia pada waktu itu nggak ada ini. Jadi, orang mengalami kesulitan untuk kalau umpamanya ada ciptaan, katakan ciptaan Rinto Harahap. Saya di Papua umpamanya, atau saya di Medan, saya nggak bisa kontak Pak Rinto,” terangnya.

Otto mengatakan, akhirnya terbentuklah Lembaga Manajemen kolektif Nasional (LMKN) di Indonesia, di mana seorang pencipta bisa memberikan kuasa kepada lembaga tersebut untuk bisa dikomersialkan.

Namun, katanya, yang menjadi masalah adalah beberapa pencipta ini tidak mendaftarkan diri ke LMKN. Di mana para pengusaha seperti kafe hingga restoran yang memang membuat karya tersebut bersifat komersial.

“Kalau saya sebagai pencipta, tidak masuk di LMK, lantas berarti LMK tidak bisa mewakili saya. Nah, masyarakat jadi bayarnya sebagian bayar ke LMK, sementara nggak bayar kepada si pencipta. Nah ini yang terjadi sekarang ini,” kata nya.

Diterangkan oleh Otto, bahwa setiap kafe dan restoran yang memang menggunakan lagu secara komersial itu wajib membayar ke LMKN. Dia menyebut tak semua kafe wajib membayar, karena memang definisi komersial dalam UU Hak Cipta masih belum jelas dan tegas.

“Jadi, sebenarnya memang berdasarkan undang-undang. Kalau sudah ada uniform, sesuatu kesatuan. Bahwa, kalau anda menggunakan lagu yang sifatnya komersial. Nah, ini intinya. Sifatnya komersial, mendapatkan untung, ya you wajib bayar. Tapi, kalau nggak komersial, bagaimana? Kemudian, rate-nya juga harus diatur,” katanya.

“Jangan semua kafe-kafe yang sebenarnya, kan dikatakan, kalau gitu saya nggak mau pakai lagu ini. Nah, ini menjadi permasalahan. Jadi, memang perlu penjelasan kepada masyarakat. Siapa-siapa yang sebenarnya berkewajiban untuk membayar itu. Ya kan? Kafe-kafe yang bagaimana yang harus bayar harga itu,” tambahnya.

Lebih lanjut, Otto menyebut pihaknya akan membahas bersama DPR untuk permasalahan ini. Dia menyebut definisi komersial harus jelas dalam UU Hak Cipta tersebut.

“Ya, kita akan beri masukan ya (ke DPR). Masukan mengenai soal undang-undang ini, ya. Karena undang-undangnya masih belum jelas memang. persoalan, umpamanya, kalau nggak bayar, langsung pidana. Nah, kan itu harus ada ketegasan-ketegasan,” katanya.

“Jadi, memang intinya dari pertanyaanmu, yang saya ingin saya jawab adalah, bahwa Undang-Undang Hak Cipta itu perlu direvisi segera. Itu intinya, direvisi, kemudian diberikan kepastian hukum, baik bagi pencipta, maupun para masyarakat, konsumen, pemakai lagu-lagu itu, kafe-kafe, restoran. Jadi definisi tentang, apa namanya itu, komersial itu juga harus jelas,” sambungnya. (azh/maa/red)

Redaksi 11 Agustus 2025 11 Agustus 2025
Share This Article
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Telegram Email Print
Berikan Ulasan Anda untuk Berita ini
Love0
Sad0
Happy0
Sleepy0
Angry0
Previous Article Abraham Samad Akan Diperiksa Soal Ijazah Jokowi
Next Article Pariwisata Harus Menjadi Salah Satu Pilar Utama Pembangunan Daerah
Leave a comment Leave a comment

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Nasional

Prabowo Pantau Uji Tembak Torpedo Kapal Selam

31 Oktober 2025
Nasional

Inggris Sumbang Rp 77,2 M Bersihkan Ranjau di Gaza

31 Oktober 2025
Nasional

Rahayu Saraswati Tetap Jabat Anggota DPR Dari Hasil Putusan MKD

30 Oktober 2025
Nasional

20 Orang Tewas di Haiti Karena Banjir Dipicu Badai Melissa

30 Oktober 2025
Show More

JUANG SUMATERA

  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Info Iklan

Sekilas

Menyajikan berita, informasi, data, dan hasil riset secara mendalam bagi kepentingan para pemimpin bisnis dan pengambil kebijakan, namun dikemas secara lugas dan atraktif agar mudah dipahami publik.
Kategori Lainnya
  • Riau
  • Infrastruktur
  • Digital
  • Keuangan
 
  • Bisnis
  • Industri
  • Listrik
  • Pertambangan

Langganan Newsletter

Subscribe to our newsletter to get our newest articles instantly!

[mc4wp_form]
© juangsumatera.com - All Right Reserved
Welcome Back!

Masuk ke akun Anda

Lost your password?